Lalai Salat! Wajib Qodho’ atau Tidak? Ini Penjelasan Kiai Islahul Umam
JATI, ansorkudus.or.id — Dalam rangka merawat tradisi keilmuan Ahlussunnah wal Jama’ah, Majelis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor PC GP Ansor Kudus menggelar Pengajian Umum Dialogis di Masjid Alhidayatul Mubarokah, Desa Jetiskapuan, Kudus, Ahad malam (6/7).
Kegiatan yang dihadiri puluhan jamaah ini mendatangkan dua tokoh muda kharismatik, Kiai Islahul Umam selaku pemateri, dan Gus Abul Fadli sebagai moderator. Turut hadir jajaran Pimpinan Harian PC GP Ansor Kudus, PAC GP Ansor Jati, pengurus ranting NU dan Banom NU Jetiskapuan, para tokoh masyarakat, serta warga sekitar.
Dalam kajiannya, Kiai Islahul Umam menekankan pemahaman mendalam terkait kewajiban salat lima waktu, mulai dari sejarah pensyariatan hingga konsekuensi hukum bagi yang meninggalkannya.
“Perintah sholat lima waktu diturunkan Allah pada peristiwa Isra’ Mi’raj, tepatnya tanggal 27 Rajab, satu tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah. Sholat ini wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang baligh, berakal, dan tidak terhalang udzur syar’i,” jelasnya.
Suasana semakin interaktif ketika forum tanya jawab dibuka. Bapak Zakariya Abbas, salah satu jamaah, menanyakan kewajiban qodho’ bagi orang tua yang mulai pikun atau hilang ingatan.
Sementara itu, M. Taufiqurrahman, sekretaris GP. Ansor Jetiskapuan, turut mengajukan pertanyaan seputar salat kafarat di Jumat terakhir Ramadhan yang kerap dipercaya dapat menggantikan kewajiban qodho’ salat yang ditinggalkan.
Menanggapi hal itu, Kiai Islahul Umam menegaskan pentingnya merujuk pada sumber hukum Islam yang shahih serta bimbingan ulama untuk persoalan fiqih praktis di tengah masyarakat.
Beliau memaparkan tiga pendapat ulama terkait orang yang meninggal dalam keadaan punya hutang salat fardhu. Pendapat pertama, tidak ada qodho dan tidak ada fidyah. Pendapat kedua, bisa diqodho oleh orang yang masih hidup. Pendapat ketiga, bisa diganti fidyah, yaitu satu mud (sekitar 6 ons) untuk tiap shalat, dan diberikan ke orang fakir atau miskin.
Ketua PC GP Ansor Kudus, Arif Musta’in, dalam sambutannya menegaskan bahwa dakwah dialogis semacam ini adalah bentuk penguatan literasi keagamaan masyarakat di era modern.
“Dengan pengajian interaktif seperti ini, jamaah tidak hanya mendengar ceramah satu arah, tetapi juga dapat berdiskusi, mengklarifikasi, dan memperdalam pemahaman tentang masalah-masalah fiqih sehari-hari,” ujarnya.
Sementara itu, Sahabat Taufiqurrahman mewakili Wakil Ketua Bidang Rijalul Ansor PC GP Ansor Kudus, berharap kegiatan ini menjadi spirit dakwah ramah, relevan, dan membumi.
“Kami hadir untuk menjawab kegelisahan umat, bukan hanya berceramah, tetapi mendengar, berdialog, dan melayani,” pungkasnya.
Dengan semakin rutin digelarnya kajian ke pelosok desa, diharapkan Aswaja Center Ansor Kudus mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terkait hukum Islam sekaligus merawat tradisi dakwah yang teduh dan mencerahkan. (-)
Kontributor : Kharis F. Hana
Editor : Gunawan TB
Posting Komentar